Hey, I am Rajawali Kids. This is my personal site full with unimportant notes. Thanks for comming.

Modul Praktikum PTI

 
Sudah setahun lebih aku mencoretkan tinta kehidupan sebagai mahasiswa di Universitas Paramadina. Begitu banyak kisah kasih nan mengagumkan yang  kudapat selama kuliah di sini. Terutama dengan jurusan yang aku ambil, begitu menakjubkan. Aku tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa saya bisa seperti ini.
Teknik Informatika,  itulah jurusan yang ku ambil. Semua yang berhubungan dengan teknologi ku ingin bisa lakukan, pada intinya seperti itu. Dan pada kesempatan kali ini ilmu yang telah kudapat selama ini
kucoba bagi kepada adik-adikku. Bagaimana cara membagi ilmu ini? Salah satu cara dengan menjadi Asisten Dosen (Asdos) untuk mata kuliah Praktikum Pengantar Teknolgi Informasi. Lumayan untuk dapat mengenal adik kelas dan menambah uang saku. Haha 

Okkay, untuk modul praktikum PTI-nya silakan dapat di download di sini :
Pertemuan 1
Pertemuan 2  
Pertemuan 3



Kiprah Fantastis Peter Sondakh

Senin, 16 September 2013
Bersama Bapak Peter Sondakh, CEO Rajawali Corporation di Hotel Ritz Carlton

Berikut ini sepenggal kisah luar biasa dari seorang sosok hebat anak negeri ini. Ya, beliau adalah Bapak Peter Sondakh, CEO Rajawali Corp yang patut kita teladani. Semangat pantang menyerah dan kegigihan dalam menggapai tujuan, mengantarkan beliau meraih pencapaian yang super fantastis. Berikut kisahnya :

Krismon sempat menenggelamkan nama Peter Sondakh dan Grup Rajawali-nya. Namun, lewat serangkaian aksi jual-beli perusahaan dan fokus pada tiga bidang (properti, pertambangan dan perkebunan), Sang Rajawali siap terbang tinggi menjadi global player yang disegani.

Seperti burung Rajawali, Peter Sondakh kelihatan tak pernah lelah mengepakkan sayap usahanya. Mata dan penciumannya setajam Rajawali, mampu mengendus peluang bisnis yang layak ditubruk. Tak heran, gebrakannya lewat perusahaan holding yang didirikannya, PT Rajawali Corporation (RC), belakangan kerap mengejutkan.Tak seperti pebisnis lokal lain yang lebih suka membangun bisnis dari awal, Peter dikenal sebagai sosok pebisnis yang rajin jual-beli perusahaan. Karenanya, ada orang yang lebih suka menyebutnya sebagai investor ketimbang pebisnis.

Tak mudah mengungkap sosok Peter ataupun kiprahnya. Bahkan, RC sendiri sebagai holding company tak memiliki website resmi yang bisa menjelaskan profilnya. Kendati begitu, publik bisnis sudah mengenal putra sulung B.J. Sondakh ini sebagai pemilik berbagai usaha di tanah air. Mulai dari bisnis perhotelan, rokok, gedung perkantoran, telekomunikasi dan media, ritel, farmasi, pariwisata, hingga transportasi. Tak heran, tahun 2006, menurut Forbes, ia merupakan orang terkaya nomor 12 di Indonesia. Lalu di tahun 2007 peringkatnya naik menjadi nomor 9 terkaya, dan tahun 2008 sebagai orang terkaya nomor 6 di tanah air. Media tersebut mengungkapkan kekayaan pria asal Manado kelahiran Surabaya 58 tahun lalu ini mencapai US$ 1,45 miliar.

Tak jelas benar kapan Peter pertama kali terjun ke dunia usaha. Namun, ia tercatat sebagai pemegang saham PT Bumi Modern sejak 1976. Kala itu, Peter berusia 24 tahun. Cikal bakal Grup Rajawali dimulai ketika mantan mahasiswa jarak jauh Universitas La Salle bidang commercial finance ini membesarkan PT Rajawali Wira Bhakti Utama. Perusahaan ini ia miliki sepenuhnya pada akhir 1993. Melalui perusahaan inilah ia menjadi pionir di dunia televisi swasta dan mampu membangun stasiun televisi RCTI, bersama Bambang Trihatmodjo, meskipun saat ini RCTI tidak lagi di tangan Grup Rajawali.

Menurut Pusat Data Business Indonesia (PDBI), periode 1976-1996 Rajawali memiliki lima sektor usaha, yaitu: pariwisata, transportasi, keuangan, perdagangan, dan jasa telekomunikasi. Tak tanggung-tanggung di sektor pariwisata ia memiliki 16 perusahaan perhotelan (mengembangkan jaringan hotel bintang empat dan lima) dan kawasan wisata. Di sektor transportasi punya tiga perusahaan transportasi, yakni: Taxi Express, Rajawali Air Transport (chartered flight), dan pelayaran feri dengan rute Batam-Singapura (baru-baru ini sudah dijual). Di sektor keuangan, Rajawali memiliki 7 anak usaha, antara lain PT Jardine Fleming Nusantara (sekuritas). Adapun di sektor perdagangan ada 9 perusahaan, misalnya Metro Department Store dan jaringan ritel farmasi Apotek Guardian. Di sektor telekomunikasi, Rajawali pernah memiliki Excelcomindo Pratama, yang dioperasikan sejak 1996 (dan kemudian dijual ke Telekom Malaysia).

Bisnis Peter yang tak kalah penting sebenarnya juga ada di luar lima sektor tadi. Antara lain, ia merambah industri kimia yang memproduksi polyester chip dan PET film dengan mendirikan PT Rajawali Polindo. Ia juga memasuki industri rokok dengan mendirikan PT Bentoel.

Rajawali ikut pula membangun Plaza Indonesia bersama Bimantara, Ometraco dan Grup Sinar Mas. Bahkan, Peter memiliki andil di PT Gemanusa Perkasa (perdagangan umum), PT Gemawidia Statindo Komputer (distributor komputer), PT Asiana Imi Industries (produsen stuff toys), dan PT Japfa Comfeed Indonesia (sahamnya di sini akhirnya dilepas) .

Berdasarkan catatan PDBI periode 1976-1996 tadi, ada 13 perusahaan yang diakuisisi dan 6 perusahaan didivestasi. Di sisi lain, grup usaha ini memiliki andil (penyertaan saham) di 13 perusahaan. Adapun total anak usaha dan perusahaan terafiliasi yang dimiliki Peter mencapai 49 perusahaan. Sebagai holding company di lingkungan Grup Rajawali, selain PT Rajawali Corporation adalah PT Danaswara Utama.

Toh, perjalanan bisnis Peter tak selalu berbuah manis. Seperti konglomerat yang lain, krismon tahun 1997-1998 ikut memukul bisnisnya. Alhasil, ia menanggung utang yang luar biasa besar kepada BPPN sebesar Rp 2,1 triliun yang berasal dari 17 anak perusahaannya. Tak jelas dari mana Peter kemudian bisa membayar utangnya. Kabar yang kemudian dilansir media, pada 2000 semua utang tersebut dinyatakan lunas.
Yang pasti, Peter kemudian diketahui sudah melepaskan kepemilikan sahamnya di Apotek Guardian, RCTI, dan Lombok Tourism. Adapun bank miliknya, Bank Pos, dibekukan akibat kesulitan likuiditas diterjang krismon.

Ternyata Peter masih mampu melewati krismon di kala beberapa konglomerat lainnya ada yang gulung tikar. Setelah restrukturisasi grup usahanya, aksi menonjol yang pertama kali dilakukan adalah mendirikan NetToCyber Indonesia bergerak di bidang jasa Broadband Internet, Virtual Private Network, Internet Data Centre, dan Network Integration pada 2001. Sayangnya, kiprah perusahaan ini tak begitu terdengar. Setelah itu, kabar mengenai kiprah bisnis Peter mendadak sepi.

Tinggalkan gelanggangkah Peter? Ternyata tidak. Dalam sepinya, tampaknya Sang Rajawali mempersiapkan langkah kebangkitannya. Memasuki tahun 2005, Peter membuat kejutan. Aksi korporat yang atraktif adalah ketika ia menjual 27,3% sahamnya di Excelcomindo yang sebenarnya termasuk salah satu bintang industri telekomunikasi nasional kepada Telekom Malaysia Group pada 2005. Nilai saham tadi setara dengan US$ 314 juta.

Langkah divestasi ini berlanjut pada 2007 ketika Rajawali melepaskan 15,97% sahamnya di Excelcomindo senilai US$ 438 juta kepada Etisalat (perusahaan telekomunikasi Uni Emirat Arab). Dana dari penjualan saham ini kemudian digunakan untuk membeli 24,9% saham PT Semen Gresik senilai US$ 337 juta dari Cemex (Cementos Mexicanos) pada 2006.

Kepakan sayap Rajawali terus berlanjut, dengan memasuki industri perkebunan dan pertambangan. Pada 2006, Rajawali terjun ke bisnis perkebunan sawit yang beroperasi di Kalimantan Timur dan Sumatera yang dalam sub-holding PT Jaya Mandiri Sukses Group. Sementara itu, industri pertambangan di Kalimantan dirambah grup usaha ini tahun 2007 melalui PT International Prima Coal. Lalu tahun 2008, melalui PT Tandan Sawita Papua, Rajawali membuka perkebunan kelapa sawit seluas 26.300 hektare di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom.

Aksi korporatnya yang lebih menghebohkan lagi ketika pada pertengahan 2009, Peter telah melepaskan 56,96% sahamnya di Bentoel senilai Rp 3,35 triliun kepada British American Tobacco (BAT). “Rajawali sebagai investment company ingin memfokuskan perhatian pada bidang properti, pertambangan, dan perkebunan,” kata Darjoto Setyawan, Direktur Pengelola Pengembangan Bisnis Grup Rajawali, dalam siaran persnya, waktu itu (17/6/2009). Dengan ketiga pilar bisnis inilah tampaknya Rajawali ingin menjadi global player yang disegani.

Pernyataan itu memang dibuktikan dengan agresifnya Grup Rajawali memperluas jaringan hotelnya di kawasan Indonesia seperti jaringan hotel bintang lima Sheraton di Bali, Lampung, Bandung dan Lombok, serta di Kuala Lumpur dan Langkawi. Masih ditambah dengan pengembangan Hotel Saint Regis (Bali) dan Novotel (Lombok).

Bisnis pertambangan pun makin diseriusi Rajawali. Pada 2009, Rajawali mengakuisisi 37% saham Archipelago Resources (yang mengelola tambang emas) seharga US$ 60 juta. Kemudian, Rajawali membentuk perusahaan patungan dengan PT Bukit Asam di Kal-Tim.

Walaupun mengaku ingin fokus pada tiga sektor, kelompok usaha ini sempat diberitakan mengincar saham PT Garuda Indonesia. Akhirnya memang batal dan Rajawali memilih join dengan Pemerintah Kamboja mendirikan national airlines sebagai flag carrier di negara itu.

Ya, dengan segudang dana tunai hasil penjualan sahamnya di perusahaan-perusahaan bonafide itu, Peter memang bisa lebih leluasa kembali mengepakkan sayap bisnisnya. Terutama guna memantapkan ambisinya menguasai tiga bidang andalan baru itu.

Di mata Philip Purnama, Direktur Spinnaker Capital, Grup Rajawali dinilainya sebagai kelompok usaha yang smart dan oportunistis. Mereka sangat jeli melihat peluang bisnis dan sangat ahli dalam hal akuisisi aset-aset industri yang potensial, ujarnya. Bahkan, Philip berani menilai, komandan grup usaha ini, Peter Sondakh, lebih baik dari Warren Buffett. Seakan semua yang disentuhnya berubah jadi emas, seperti Raja Midas.

Riset: Dian Solihati dan Ratu Nurul Hanifah


Menara Kudus " The Jerussalem of Java"

Angin Gunung Muria yang dingin menyejukkan, datang menyerbu menuju Kota Kudus nan cantik mempesona malam itu. Hempasan ramahnya, menggoyangkan pucuk-pucuk ranting pohon kelapa tepat di depanku. Sudah beberapa jam aku duduk manis bersila di sebuah teras berlantaikan keramik hijau nan bersih. Ku dengarkan khusyuk lantunan ayat-ayat al-quran yang merdu mendamaikan jiwa. Lantunan ayat suci penghias ceramah Rabu malam itu menundukkan wajah para pendengar, menapak dekatnya Allah di hadapan kita. Aku datang beberapa kilometer jauhnya ke tempat itu sejak habis Magrib tadi hanya untuk mencari ridha Allah Ta’ala dengan mendengarkan ceramah dari kyai  besar bernama Kyai Sya’roni. Sesekali ku tolehkan kedua mata ke angkasa melihat kilauan cahaya kekuningan bertebaran di langit nan maha indah. Spoi angin Gunung Muria di utara yang begitu sejuk memaksa mata ini untuk merasakan kantuk yang luar biasa. Meskipun, kelopak mata masih berusaha keras memberontak untuk terus terbuka.

Dalam perjalanan pulang membawa segenggam ilmu ku susuri lorong-lorong Kelurahan Kauman yang lekat dengan aroma religius. Tak lama kaki ini melangkah, terlihat di hadapanku sebuah bangunan yang berdiri dengan megahnyanya, tepat beberapa meter dari Kletheng Konghucu Ling Bio. Bangunan itu adalah Menara Kudus. Sejenak aku menatap bangunan mirip candi yang paling berharga di Kota Kudus itu. Terbersit perkataan dari pak kyai tentang sikap toleransi dan saling mengerti kekurangan orang lain ceramah malam itu. Entah kenapa secara spontan muncul pertanyaan bercampur rasa kagum dalam hati ini, “Bagaimana bisa Sunan Kudus menjadikan bangunan candi ini sebagai media dakwah? Apakah orang-orang Hindu tidak marah, bangunan suci agamanya digunakan untuk dakwah agama lain? Mungkin kah Sunan Kudus merebut bangunan itu secara paksa dengan kekerasan dan pertumpahan darah ? Kok bisa bangunan ini memiliki corak yang beraneka ragam ?”. Beberapa pertanyaan itu perlahan mulai terjawab setelah aku mendapatkan sebuah buku berjudul “Warisan Purbakala Kabupaten Kudus”. Buku bersampul cokelat tua itu pemberian Bapak Sancaka Dwi Supani, salah seorang teman ayahku di Dinas Pariwisata Kudus.  Meskipun aku bukan warga Kudus asli, tapi banyak sekali ketertarikan pribadi pada kota ini, salah satunya adalah Menara Kudus.

Menara Kudus bukan sekadar tempat beribadah. Tempat ini menjadi pusat penyebaran dan ziarah Islam di Jawa. Arsitekturnya memadukan nilai akulturasi Hindu, Islam, Jawa, dan China. Di sinilah geliat ekonomi dan pluralisme di Kudus bermula. Tidak heran, peneliti dari Barat menyebutnya sebagai ”Jerusalem” di Jawa. Keindahan arsitektur Menara Kudus telah menjadi sebuah monumen peradaban masa lalu dan pusat spiritualisme Islam hingga kini. Masjid Al-Aqsa atau dikenal Masjid Menara Kudus yang didirikan tahun 1549 ini tidak terlepas dari sosok Sunan Kudus yang menyebarkan Islam melalui alkulturasi budaya. Berdiri di atas tanah 7.000 meter persegi di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota, Masjid Menara Kudus yang lazim disebut Menara Kudus menjadi monumen dengan arsitektur lintas kultural. Bisa jadi, inilah satu-satunya masjid yang memadukan arsitektur Hindu, Islam, China, dan Jawa sekaligus dalam satu wujud bangunan. Arsitektur Hindu tercermin kuat dari wujud menara setinggi 19 meter. Mirip candi Hindu langgam Jawa Timur, menara tersebut menjulang ramping dengan konstruksi batu bata. Pagar kompleks masjid pun tersusun dari batu bata mirip benteng keraton, dilengkapi gerbang berbentuk regol. Gerbang utama berwujud gapura candi. Arsitektur Jawa terlihat pada bentuk bangunan utama masjid yang berwujud limasan. Demikian pula puncak menara. Pernak-pernik bangunan, baik di menara maupun bangunan utama masjid, terukir dalam tatahan China dengan corak bunga. Di bagian tubuh menara tertanam sejumlah piring keramik China.

Mark Woodward, sejarawan asal Amerika Serikat, dalam tesisnya berjudul “Jerusalem in Java” mengungkapkan, gaya Hindu, Jawa, sekaligus China dalam arsitektur Menara Kudus seturut dengan pola strategi dakwah Sunan Kudus yang lebih mengutamakan dua tema dasa yaitu integrasi Islam dengan budaya lokal dan anti-kekerasan. Integrasi budaya itu memberikan ruang toleransi kepada warga sekitar masjid yang beragam. Hal ini, menurut Woodward, selaras dengan cita-cita Sunan Kudus membentuk holy city sebagaimana kehidupan masyarakat di Masjid Al Aqsa di Jerusalem. Kabarnya Sunan Kudus dahulu pernah mengunjungi Jerusalem sebelum mendirikan Masjid Kudus. Masjid Kudus pun semula bernama Al Aqsa atau Al Quds (suci). Dari kata ”Al Quds” itulah nama ”Kudus” bermula, yang kemudian digunakan sebagai nama administratif Kabupaten Kudus saat ini.

Kota Jerusalem yang lekat dengan tiga simbol agama besar dunia, yaitu Masjid Al Aqsa (Islam), Gereja Suci Sepulchre (Kristen), dan Tembok Ratapan (Yahudi), diusung sebagai konsep pembangunan Masjid Kudus. Pada saat pendirian masjid, wilayah sekitar bakal Masjid Kudus memang telah dihuni empat agama yang sudah eksis, yakni Hindu, Konghucu, Kejawen, dan Islam.

Kerangka kebersamaan antarumat beragama sejak awal ditekankan Sunan Kudus dengan berbagai tradisi hidup bersama. Kelenteng Konghucu Ling Bio yang terletak 150 meter tenggara masjid dan berdiri sebelum Masjid Kudus hingga kini dipertahankan. Orang-orang Tionghoa leluasa beribadah dan berdagang di sekitar masjid. Dalam tradisi lokal, nilai-nilai toleransi juga diperkenalkan dengan adanya larangan menyembelih sapi, hewan yang disucikan umat Hindu. Pengakuan dari warga etnis Tionghoa yang tinggal di sekitar Menara Kudus bahwa sejak dahulu mereka tidak pernah menerima perlakuan diskriminatif dari warga muslim mayoritas. Dan hingga tahun 2012 ini,Menara Kudus masih menjadi pusat keagamaan dan ekonomi masyarakat sekitar yang sangat plural. Sebuah warisan konsep Jerusalem di Jawa yang tersemai sejak setengah milenium silam.

Terinspirasi dari forum kompasiana. 
Copyright @ 2013 Rajawali Kids. Designed by Templateism | MyBloggerLab